Pancaran Cahaya Kosmik Melintasi Bumi

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim bumi mengalami radiasi pancaran paling tinggi cahaya kosmik, penelusuran mengarah pada artikel berjudul "Heboh Cahaya Radiasi Kosmik yang Bahayakan Tubuh, Ini Kata Lapan" yang dimuat situs Liputan6.com, pada 18 Mei 2017.

Artikel situs Liputan6.com menyebutkan, beredar broadcast message yang membahas adanya cahaya radiasi malam ini. Melalui pesan berantai itu, disebutkan bahwa radiasi kosmik dapat membahayakan tubuh.

Para penerima pesan diimbau untuk mematikan ponsel, tablet, laptop, dan perangkat elektronik lain dari jam 00.30-03.30 dini hari. Pasalnya, saat itu bumi menerima radiasi paling tinggi.

Bahkan pesan itu menyebut bahwa ancaman radiasi kosmik tersebut telah disiarkan di televisi Singapura, Badan Antariksa Amerika Serikat atau NASA, dan juga media asing asal Inggris BBC.

Pesan berantai itu ditangkis kebenarannya oleh Thomas Djamaluddin saat menjabat sebagai Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).

"Itu hoaks lama yang didaur ulang. Kalau ada yang aneh-aneh patut diduga hoaks. Buang saja," ujar Thomas kepada Liputan6.com melalui pesan singkat pada Kamis (19/5/2017)

Dari penelusuran singkat Liputan6.com ke sejumlah situs berita, pesan berantai yang sama sebelumnya pernah membuat heboh pada 2011 dan 2016. Pesan serupa juga pernah tersebar pada 2012. Saat itu disebutkan bahwa sinar kosmik Mars akan memasuki Bumi dan meledakkan semua telepon seluler.

Lalu, apakah sebenarnya radiasi kosmik itu dan berbahaya kah bagi manusia?

Menurut Thomas, radiasi kosmik merupakan radiasi berbagai panjang gelombang dari luar bumi. Meski radiasi itu sebenarnya ada setiap saat, terlalu kecil untuk berdampak bagi bumi.

Dilansir dari Pyhslink.com, radiasi kosmik biasanya merujuk pada radiasi dengan gelombang mikro kosmik, yang mengandung energi foton sangat rendah. Foton adalah partikel elementer yang membawa radiasi elektromagnetik, seperti cahaya, gelombang radio, dan Sinar-X.

Foton dengan energi dan panjang gelombang yang berbeda, tercipta dari benda-benda angkasa luar, seperti matahari, bintang, ledakan sinar gamma. Benda-benda tersebut juga menghasilkan partikel berenergi tinggi, seperti elektron, proton, dan anti-proton.

Meski partikel berenergi lebih tinggi itu berpotensi berbahaya, sebagian besar partikel tidak pernah sampai ke bumi. Mereka dibelokkan oleh lapisan medan magnet bumi.

Penjelasan:Beredar sebuah informasi yang mengeklaim bumi mengalami radiasi pancaran cahaya kosmik. Dikatakan juga antara jam 00.30 pagi hingga 03.30 pagi bumi akan menghadapi radiasi paling tinggi. Pesan tersebut juga mengimbau untuk mematikan ponsel, laptop, dan perangkat elektronik lain karena dapat terkena efek radiasi yang membahayakan tubuh.

Faktanya, klaim bumi mengalami radiasi pancaran paling tinggi cahaya kosmik merupakan klaim yang keliru. Dikutip dari liputan6.com, pesan berantai yang sama pernah beredar pada 2011, 2012, dan 2016. Saat itu disebutkan sinar kosmik Mars akan masuk ke Bumi. Thomas Djamaluddin saat menjabat sebagai Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menyatakan bahwa informasi tersebut adalah hoaks lama yang didaur ulang. Lebih lanjut, ia menjelaskan radiasi kosmik merupakan radiasi berbagai panjang dari luar bumi. Radiasi itu ada setiap saat dan terlalu kecil untuk berdampak bagi bumi.

Sumber:https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/5592217/cek-fakta-tidak-benar-bumi-alami-radiasi-pancaran-paling-tinggi-cahaya-kosmik?page=3

BANGKAPOS.COM - Saat ini di media sosial sedang beredar pesan berantai yang bernarasikan tentang pancaran cahaya cosmic malam ini dan bahayanya.

Benar atau hoax pesan tersebut? Setelah dicek, faktanya pesan mengenai pancaran cahaya cosmic malam ini dan bahayanya tersebut adalah hoax.

Adapun pesan berantai tersebut berbunyi :

"Malam ini antara jam 00.30 pagi hingga 03.30 pagi pastikan off HP, laptop dan lain-lain dan jauhkan dari badan anda. TV Singapore telah mengumumkan berita tersebut. Tolong beritahu keluarga dan sahabat-sahabat anda. Malam ini antara jam 00.30 pagi hingga 03.30 pagi bumi kita akan menghadapi radiasi yang paling tinggi.

Pancaran cahaya Cosmic akan melintasi dekat dengan bumi. Oleh itu off HP dan lain-lain dan jauhkan dari badan anda sebab akan menyebabkan kita mendapat efek radiasi yang berbahaya....

Boleh lihat di Google dan NASA dan berita BBC. Bagikan pesan ini kepada orang-orang lain yang penting bagi keluarga, teman, sahabat, dan juga anak-istri anda. Anda boleh menyelamatkan nyawa banyak orang dengan berbuat demikian...Semoga bermanfaat. Amiin..."

Faktanya, pesan bernarasi serupa pernah juga dibagikan pada 2017 dan 2018 silam.

Saat itu, Lapan sudah menyatakan bahwa pesan ini hoaks.

Dikutip dari Serambi News dan Pos Belitung, pesan berantai WhatsApp ini seringkali muncul ketika ada fenomena alam gerhana.

Seperti yang terjadi di tahun 2017 lalu.

Tribunsumsel.com mengonfirmasi ke Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Jasyanto menegaskan informasi berantai yang tersebar melalui watshapp.

Soal mematikan alat elektronik sehubungan radiasi tinggi malam ini adalah hoax atau tidak benar.

Hal itu dijawab Jasyanto melalui pesan singkat whatshapp dari Tribunsumsel.com, Senin (16/10/2017).

"Itu hoax, tidak benar," jawabnya singkat.

Bobo.id - Berbagai benda langit banyak melewati atmosfer Bumi, seperti meteorit, hingga komet.

Nah, ada satu hal yang khas, nih, saat benda-benda langit tadi melintasi Bumi, yaitu ekor.

Yap, komet dan benda langit lainnya akan terlihat punya ekor yang bercahaya saat melewati Bumi.

Ekor yang muncul saat benda langit seperti komet maupun asteroid melintasi Bumi ini terbentuk akibat panas Matahari.

Sebenarnya, apa bahan pembentuk ekor pada komet dan bagaimana proses pembentukannya, ya?

Baca Juga: Keren, Ada 2 Benda Langit yang Diberi Nama dari Indonesia! Apa Saja?

Komet Terbentuk dari Berbagai Material

Jika dibandingkan dengan meteorit, komet lebih jarang terlihat melintasi Bumi, teman-teman.

Komet adalah benda langit yang berukuran kecil, rapuh, serta bentuknya tidak beraturan.

Material atau partikel pembentuk komet adalah air es, debu, serta senyawa karbon dan silikon yang membeku.

Nah, komet juga mengorbit Matahari sebagai bintang induknya.

Di ruang angkasa, jumlah komet sangat banyak dan bisa menabrak berbagai planet, termasuk Bumi, yang dapat kita lihat saat komet menabrak atau melintasi planet tempat tinggal kita.

Baca Juga: Selain Gerhana, Peristiwa Langit Apa Saja yang Bisa Kita Lihat Tahun 2020, ya?

Nukleus, Koma, dan Ekor Merupakan Tiga Bagian Komet

Komet yang dapat jatuh atau menabrak planet lainnya terbentuk dari tiga bagian yang berbeda, yaitu nukleus, koma, dan ekor.

Nukleus adalah inti padat dari komet, yang nanti bisa mengembangkan koma ketika komet melintas dekat Matahari.

Sedangkan koma merupakan awan berdebu di sekitar inti komet. Kalau ekor, merupakan bagian paling ujung dari komet dan bergerak menjauhi Matahari.

Baca Juga: Wah, Para Astronom Temukan Sebuah Galaksi dengan Tiga Lubang Hitam!

Kenapa Komet Bisa Punya Ekor saat Melintasi Bumi, ya?

Salah satu hal yang menarik dari komet, meteorit, maupun benda langit lainnya yang kita lihat adalah ekornya.

Namun ekor ini hanya terbentuk saat komet melintas dekat dengan Matahari saja.

Apa yang membentuk ekor komet saat benda langit ini jatuh dan menabrak Bumi, ya?

Teman-teman masih ingat, kan, apa material pembentuk komet?

Komet terbentuk dari debu, air, dan berbagai partikel lainnya yang membeku, sehingga komet merupakan bola es yang sanagt besar.

Saat jatuh menabrak Bumi maupun planet lainnya, komet akan melintasi Matahari yang panas.

Nah, ketika melintasi Matahari yang panas inilah, es pada komet akan mencair.

Ketika berbagai material, termasuk debu, yang terperangkap dalam es pembentuk komet ini mencair, maka gas dan debu tadi akan terpisah hingga membentuk ekor.

Akibat peristiwa ini, maka kita bisa melihat adanya ekor yang panjang dari komet, bahkan panjangnya bisa mencapai jutaan kilometer dari Matahari.

Baca Juga: Apa yang Terjadi Jika Ada 2 Galaksi yang Bertabrakan? #AkuBacaAkuTahu

Komet Punya Dua Jenis Ekor, yaitu Ion Debu dan Gas

Ekor yang ada pada komet saat meluncur jatuh dari ruang angkasa ternyata ada dua jenis, nih, teman-teman.

Jenis yang pertama adalah ion debu, yang biasanya berwarna kuning dan mengandung berbagai partikel kecil serta padat.

Ekor ion debu terbentuk karena adanya sinar matahawi atau ultraviolet yang mendorong partikel-partikel kecil dari komet hingga menjauhi inti komet.

Tekanan dari sinar Matahari yang lemah akan membuat partikel debu tadi melengkung maupun menyebar.

Baca Juga: Lubang Hitam di Pusat Bimasakti 'Menendang' Sebuah Bintang, Ada Apa?

Sedangkan ekor ion gas biasanya akan berwarna biru, yang terbentuk akibat cahaya ultraviolet mengubah satu atau lebih elektron dari koma menjadi ion.

Angin dari matahari akan membawa ion keluar dari Matahari dan membentuk ekor yang lebih lurus dan sempit.

Yuk, banyak membaca agar semakin banyak informasi yang kita ketahui!

Sumber: history.amazingspace.com

Tonton video ini juga, yuk, teman-teman!

Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan

Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.

AIA Healthiest Schools Dukung Sekolah Jadi Lebih Sehat Melalui Media Pembelajaran dan Kompetisi

Pandemi belum berlalu, tetap laksanakan 3M : Memakai Masker, Mencuci Tangan, dan Menjaga Jarak.

Antara pop, musik dansa dan jazz. Begitulah jazz bergerak di awal kehadirannya di tanah air. Yang pasti adalah Voice of America , yang membuat lebih banyak musisi mengenal dan lantas memainkan jazz. Lalu siapakah Les Paul from Indonesia dan rekaman jazz pertama dihasilkan tahun berapa? Inilah perkembangan jazz Indonesia pada periode awal.

Agak repot menelusuri sejarah jazz di Indonesia dengan cukup akurat. Catatan-catatan yang ada berserakan dimana-mana sementara pelaku-pelaku langsungnya sendiri sudah tiada. Padahal dikabarkan, jazz di Indonesia sudah mulai dimainkan bahkan di awal tahun 1900-an.

Ketika jazz mulai dikenal di awal 1900an, jazz yang kental dengan unsur march , ragtime , dance-hall music di seputaran New Orleans, maka di tanah air jazz juga dikabarkan masuk di waktu yang sama. Pada tahun 1920, tercatat ada band di bawah pimpinan seorang musikus yang nasionalis, Wage Rudolf Supratman , Black & White . Band tersebut terbentuk dan bermain di kota Makasar. Ini berdasarkan catatan yang ada pada Encyclopedia Musik Indonesia , yang disusun oleh Remy Silado.

Pada Encyclopedia Musik Indonesia tersebut, lantas juga dituliskan bahwa pada seputaran tahun tersebut, jazz di Indonesia pada jaman sebelum kemerdekaan memang dimainkan oleh musisi Indonesia juga Belanda. Pergerakan lain juga terjadi dalam skala kecil di beberapa kota besar di Jawa, semisal di Jakarta dengan terbentuknya Melody Makers yang ditokohi Jacob Sigarlaki . Waktu itu Jacob didukung musisi lain seperti Bootje Pesolima , Hein Turangan , Nico Sigarlaki hingga Tjok Sinsoe .

Melody Makers berdiri di era 1930an, sementara di tahun 1940an Hein Turangan kemudian juga membentuk grup sendiri bernama Jolly Strings di Jakarta. Di era 40an tersebut sudah muncul pula seorang kritikus jazz bernama Harry Liem , yang aktif menulis di Jazz Wereld. Setelah selesainya Perang Dunia kedua, Harry Liem pindah ke Amerika dan tetap meneruskan karir penulisan jazznya di sana .

Cha Cha, Rumba, Boogie Woogie, Pop dan Swing

Catatan sejarah jazz di Indonesia lebih lengkap memang akhirnya lebih dapat dideteksi selepas Indonesia merdeka. Setelah muncul nama-nama seperti Nick Mamahit , Bart Risakotta , Freddy Montong , Didi Pattirane , Said Kelana , Mus Mualim , Bubi Chen , Jopie Chen , Jim Espehana , Jack Lemmers (yang kemudian lebih dikenal sebagai Jack Lesmana ) hingga kemudian juga Didi Tjia , Benny Mustapha , Benny Likumahuwa , Maryono , Bill “Amirsyah” Saragih , Lodi Item , Eddy Karamoy sampai Hasbullah , Kiboud Maulana dan Ireng Maulana .

Nick Mamahit di pertengahan 1950an sempat merilis album Sarinande , yang mana Nick pada piano didukung Bart Risakotta (drums) dan Jim Espehana (bass). Album tersebut dianggap sebagai tonggak rekaman musik jazz di tanah air, dicatat sebagai rekaman jazz pertama di tanah air. Catatan tersebut didapat dari album Sarinande tersebut selain cerita Nick Mamahit beberapa tahun silam.

Di era 1960an, sebagian musisi sebenarnya tidak hanya memainkan jazz. Menurut Jopie Item dan Benny Mustapha, mereka juga memainkan musik pop, atau malah lebih tepat disebut all round . Karena mereka juga memainkan musik seperti cha cha, rumba, boogie woogie, pop . Namun seringkali juga menyelipkan lagu-lagu bertema swing . Mau tidak mau, harus menyiapkan materi lagu-lagu hiburan, peneman dansa-dansi.

Itulah yang dilakukan musisi seperti Benny Mustapha van Diest, Benny Likumahuwa, Ireng Maulana, Kiboud Maulana, Lodi Item hingga Mus Mualim, Bill Saragih sampai Jopie Item, Oele Pattiselanno dan Rully Djohan. Mereka memainkan musik all round baik untuk show maupun rekaman.

Beberapa musisi seperti Bill Saragih dan Benny Likumahuwa dan Bubi Chen juga mengaku, awalnya mereka tidak terlalu memahami bahwa mereka juga telah memainkan musik jazz. Setelah kerapkali mendengarkan siaran radio Voice of America , di akhir 50an tepatnya, mereka barulah mengetahui dan memahami jazz. Lama kelamaan jadi asyik dan suka, senang memainkannya, ungkap Bill Saragih.

Art Tatum, Djanger Bali bersama The Jazz Riders

Di tahun 1967, Indonesia All Stars sempat muncul mengagetkan di ajang Berlin Jazz Festival . Saat itu grup tersebut, yang konon berlatih susah payah dengan segala bentuk keterbatasan saat itu, terdiri dari Bubi Chen (piano), Jopie Chen (bass), Jack Lesmana (gitar), Benny Mustapha Van Diest (drums) dan Maryono (saxophone). Mereka menyodorkan “jazz Indonesia ” seperti komposisi ‘Djanger Bali ‘ dan ‘Ku Lama Menanti’ (disingkat KLM, menjadi “ucapan penghargaan dan terima kasih” bagi dukungan perusahaan penerbangan Belanda, KLM untuk keberangkatan grup tersebut)

Dalam kesempatan itu, Bubi Chen mendapatkan respon sangat positif dari para penulis jazz internasional. Ia lantas disebut sebagai pianis jazz terbaik di Asia oleh majalah jazz Down Beat , selain digelari sebagai “Art Tatum of Asia ”. Namun penampilan grup Indonesia All Stars juga mendapatkan sambutan sangat hangat dari penonton.

Perlu diketahui Art Tatum bisa disebut salah satu pianis jazz terbesar yang pernah ada. Pianis yang karena gangguan katarak sejak kecil, hingga nyaris buta kedua matanya, tercatat sempat menghasilkan sekitar 13 album solo. Ia dikenal luas lewat trionya bersama Tiny Grimes (guitar) dan Slam Stewart (bass) di tahun 1943. Tatum yang meninggal dunia di tahun 1956, pernah membuat Charlie Parker yang masih remaja mau menjadi tukang cuci piring di clubs dimana Tatum bermain, untuk bisa terus menyaksikan dan mendengar permainan Tatum.

Kemudian di tahun 1970 dalam kesempatan Expo’70 di Jepang, tampil pula kolaborasi pianis Mus Mualim dan violis Idris Sardi. Mereka mencengangkan pula penonton saat itu lewat sodoran konsep “jazz timur”nya pula, antara lain dengan memainkan ‘Es Lilin’.

Selama di Berlin , Indonesia All Stars sempat melakukan rekaman dengan pemusik jazz Amerika, Tony Scott . Album tersebut lantas dirilis dengan judul Djanger Bali . Ada beberapa repertoar yang mengandung unsur musik tradisi Nusantara dalam album tersebut, tapi mereka tidak memainkannya dengan menyertakan peralatan musik tradisi. Karena bebunyian musik tradisi diwakili oleh petikan gitar Jack Lesmana atau pola tiupan saxophone Maryono yang mengadaptasi pola glissando musik karawitan sunda.

Cerita dari musisi kawakan seperti Benny Mustapha, Bill Saragih, Jopie Item adalah di seputaran dekade 60-an, jazz Indonesia juga meramaikan tempat-tempat hiburan malam seperti bar atau kafe. Di Jakarta terdapat arena hiburan malam terpandang seperti Nirwana Supper Club atau juga Wisma Nusantara di kawasan Harmoni, selain di hotel Duta (sekarang pertokoan Duta Merlin).

Dari lingkungan tersebut ikut muncul multi-instrumentalis , Bill Saragih , yang kemudian melakukan perjalanan ke beberapa negara di Asia hingga Amerika, setelah itu memilih menetap di Australia untuk belasan tahun lamanya. Bill antara lain dikenal lewat kelompok The Jazz Riders . Grup ini pada awalnya dibentuk oleh Didi Pattirane , namun setelah Didi Pattirane pindah ke New York, diteruskan oleh Didi Tjia dan tetap bersama Bill Saragih.

Dalam pertunjukkan musik di tempat hiburan malam tersebut, bermain secara rutin Nick Mamahit Trio bersama dengan Lodi Item di hotel Duta. Di Wisma Nusantara terdapat kelompok Eka Sapta . Kemudian di Nirwana Supper Club bermainlah bergantian Jack Lesmana Combo dan the Jazz Riders .

Rudy Wariki, Les Paul, Jack Lesmana dan Taman Ismail Marzuki

Selain nama-nama seperti Bill Saragih, Jack Lesmana beserta Benny Mustapha, Lodi Item dan Nick Mamahit, juga ada nama gitaris eksentrik Rudy Wariki . Dia dikenal lewat Gita Rama . Satu ketika musisi Idang Rasjidi pernah bercerita, kabarnya gitaris ini konon bermain persis gitaris legendaries Les Paul , namun kalau Les Paul yang terkenal dengan permainan fingering yang cepat, namun dilakukan dalam beberapa kali take rekaman, maka Rudy Wariki melakukannya langsung sekali jalan!

Konon kabarnya, suatu kali Rudy Wariki berkesempatan manggung di Amerika, dimana Les Paul ikut tampil. Rudy yang tidak dikenal sama sekali muncul dengan tehnik a la Les Paul nya yang menakjubkan dan kebetulan disaksikan langsung Les Paul. Kabarnya Les Paul terkagum-kagum, dan saat ia turun panggung, Les Paul langsung menghadiahkan gitar kesayangannya dan diberi tanda tangannya kepada Rudy Wariki.

Kehebatan permainan akrobatik jari jemari Rudy Wariki diakui pula oleh Jopie Item dan Benny Mustapha. Namun mereka tidak mengingat kejadian pemberian gitar oleh Les Paul.

Sayang setelah kejadian itu, perlahan malah nama Rudy Wariki menghilang, dan tidak lagi tampil di panggung-panggung jazz. Jopie Item dan Benny Mustpha yang mengenal dan mengetahui betul permainan Rudy Wariki tersebut mengatakan, boleh jadi waktu dulu itu Rudy Wariki bisa dibilang gitaris jazz terbaik Indonesia . Kabar terakhir, beberapa tahun lalu Rudy Wariki telah meninggal dunia di rumahnya di kota Manado .

Memasuki dekade 70-an, kehidupan jazz Indonesia dilanjutkan dengan aktifitas di beberapa kota besar. Misalnya di Jakarta dengan Jack Lesmana didukung penuh sang istri yang sebenarnya penyanyi di era 60-an, Nien Lesmana . Mereka aktif menggelar jazz di panggung, terutama di areal Taman Ismail Marzuki dan juga di layar kaca, TVRI. Tontonan rutin digelar, walau seringkali minim penonton, konon pernah terjadi satu acara jazz di TIM hanya disaksikan tiga orang penonton saja!

Jack Lesmana hampir setiap hari berkumpul dengan para jazzer, juga musisi-musisi muda, di studio Celebrities di kawasan Blok M, Kebayoran Baru. Studio tersebut berisikan peralatan rekam milik studio Irama milik Suyoso Karsono , atau yang lebih dikenal sebagai Mas Yos . Irama sendiri sudah tutup, dan peralatan rekamnya diboyong Jack Lesmana ke studio baru tersebut.

Lewat majalah Aktuil dituliskan cerita mengenai acara bertajuk Jazz Masa Dulu dan Kini , pada tanggal 30-31 Mei 1976. Muncullah seorang anak kecil bermain piano masih di atas pangkuan Broery Marantika , dengan kaki belum dapat menyentuh pedal. Dialah musikus masa depan, Indra Lesmana . Menurut Indra sendiri, itu adalah pentasnya yang kedua setelah 2 bulan sebelumnya muncul di show jazz di Bandung. Di waktu itu pula, Jack Lesmana memperkenalkan kakak-beradik yang disebut musisi jazz sangat berbakat yang datang dari Surabaya , Oele dan Perry Pattiselanno .

Pementasan Jazz Masa Lalu dan Kini itu kemudian direkam dan dirilis ke publik. Merupakan rekaman live pertama di tanah air saat itu. Dalam rekaman tersebut, seperti juga dalam pementasannya, tampil para musisi papan atas seperti Bubi Chen, Benny Likumahuwa, Didi Tjia, Benny Mustapha, Abadi Soesman, Margie Segers, Rien Djamain, Broery Marantika, Noor Bersaudara. Termasuk pula Indra Lesmana dan kakak-beradik, Oele dan Perry Pattiselanno.

Di Bandung kegiatan jazz digalang antara lain oleh para penikmat jazz dan termasuk Hasbullah bersama Sonata 47 . Hasbullah adalah ayah kandung musisi kakak-beradik, Elfa Secioria dan Hentriessa Yulmeda , yang pada waktu kemudian lantas menjadi motor pergerakan lanjutan di Bandung. Di Surabaya terdapat tokoh-tokoh seperti Bubi Chen dan Maryono.

Api Asmara, Semua Bisa Bilang dan Jaya Pub

Menyangkut rekaman, di tahun 70-an, Jack Lesmana juga kerap menghasilkan album rekaman jazz. Selain album solo, juga album dari beberapa penyanyi seperti Margie Segers , Rien Djamain , Broery Marantika . Dan saat itu terdapat label rekaman Hidayat , sebelumnya juga Irama sebagai label indie yang aktif memproduksi rekaman-rekaman jazz. Hidayat kemudian ditemani label lain, Pramaqua .

Menurut Rien Djamain, yang dia ingat, album Api Asmara dirilis tahun 1976 dan musiknya memang ditangani Jack Lesmana dan kawan-kawan. Namun album tersebut disebut sebagai album pop, walau semua musisinya boleh dibilang para jazzer. Dua album berikutnya Rien Djamain, tetap dengan iringan Jack Lesmana adalah, Tuan dan Kami yang dirilis tahun 1978. Setahun berikutnya, muncul Air Mata .

Rien mengatakan, ia sebenarnya tidak pernah merasa menjadi penyanyi jazz. Adalah Jack Lesmana yang senantiasa aktif memberikan dorongan spirit buatnya. Terus memotivasinya, dan mengarahkannya kepada musik jazz, setahap demi setahap. Dan begitulah, lambat laun ia mulai terbiasa. Jack Lesmana memang guru yang baik, disiplin tapi bisa memacu semangat murid-muridnya, kenang Rien.

Sementara Meity Segers , yang lantas lebih dikenal sebagai Margie Segers. Setelah 18 tahun lamanya bermukim di Belanda , ia balik ke tanah air. Muncul di acara musik TVRI tahun 1969, ditonton oleh Nien Lesmana, yang memberitahukannya kepada sang suami, Jack Lesmana. Dicari-cari, ternyata Margie adalah tetangga mereka di daerah Tebet.

Dengan Jack Lesmana, Margie Segers menghasilkan Semua Bisa Bilang di tahun 1974. Kemudian disusul setahun kemudian dengan Terpikat . Lantas dia melepaskan album Citra , dengan musiknya ditangani Ireng Maulana .

Pramaqua antara lain merilis album Jopie Item Combo & Idris Sardi di tahun 1977, yang antara lain didukung pula musisi kawakan seperti Karim Suweilleh (drums), Abadi Soesman (drums) dan Wempy Tanasale (bass). Album yang diambil secara live ini mengetengahkan duet permainan biola Idris Sardi dan raungan gitar Jopie Item.

Jopie Item sejak pertengahan 1970an muncul sebagai generasi lanjutan jazz Indonesia yang lumayan aktif bermain di pentas clubs dan TVRI. Grupnya waktu itu yang terkenal adalah Jopie Item Combo antara lain dengan Karim Suweilleh, bassist funky pertama, Wempy Tanasale. Dengan kibordisnya Alex Faraknimella , kerap juga Jopie bermain dengan Rully Johan atau Abadi Soesman.

Mulai juga berkelana di clubs ataupun bar dan kafe di era 80-an beberapa nama jazzer lain, seperti Ireng Maulana dan Kiboud Maulana . Kemudian lainnya adalah gitaris kawakan Victor Rompas , yang muncul di kafe-kafe milik pasangan artis Frans Tumbuan dan Rima Melati, salah satunya adalah Jaya Pub .

Bahkan Victor Rompas, yang sempat didukung pula oleh Albert Sumlang atau juga saxophonist lain, Pomo, masih bermain secara rutin di Jaya Pub hingga sekarang. Di Jaya Pub inilah, Vonny Sumlang memulai karir menyanyinya secara serius, di awal 1980-an.

Jopie Item, Gold Guys sampai Fariz RM

Di akhir 1970-an, tepatnya di 1978, berdirilah kafe yang lantas menjadi salah satu tempat terpenting pergerakan jazz di era 80an, Green Pub , di gedung Djakarta Theatre di pusat kota Jakarta. Waktu itu yang tampil dalam grup yang memakai nama Gold Guys sebagai formasi perdana adalah Chandra Casmala (kibor), Djoko Waluyo Haryono (gitar), Dicky Prawoto (bass), Toto (drums) dan menyusul Embong Rahardjo yang kerap digantikan Udin Zach (saxophone). Vokalisnya waktu itu adalah Jackie Bahasoean , vokalis jazz yang datang dari Surabaya .

Berdekatan dengan pembukaan Green Pub, juga dibuka club jazz lain, Captain’s Bar di lobi Hotel Jakarta Mandarin. Yang mengisi acara secara tetap di situ adalah Jopie Item & His Friends . Di grup tersebut, menurut Jopie, ia bermain dengan Christ Kayhatu , Yance Manusama , Rully Bahri dan vokalis Utha Likumahuwa .

Pada jaman 70-an tersebut, jazz Indonesia juga didukung oleh beberapa penulis yang adalah penggemar jazz setia seperti Soedibyo PR dari Bandung selain Tim Kantoso DM yang keduanya selain menulis juga membawakan acara jazz di radio. Ada pula mantan bassist Jim Espehana, yang lantas menjadi penulis dan kritikus jazz di Bandung,.Selain Indra Malaon SH , yang di tahun 1980an kemudian mendirikan Perhimpunan Jazz Indonesia. Indra Malaon kerap siaran jazz di radio bareng Tim Kantoso.

Perlu diingat pula, di akhir 70-an tersebut mulai terdeteksi pergerakan jazz di lingkungan kampus. Yang paling menonjol adalah Universitas Indonesia lewat para mahasiswa Fakultas Ekonominya. Pada waktu itu muncul Candra Darusman dengan kelompok vokalnya bernama Chaseiro yang antara lain didukung teman-teman sekampusnya seperti kakak beradik Helmie , Irwan dan Rizali Indrakesuma , Edi Hudioro , Norman Sonisontani atau Omen , selain anak fakultas kedokteran, Aswin Sastrowardoyo .

Kelompok ini di rekaman maupun di atas pentas kerap didukung musisi berbakat dari lingkungan SMA antara lain dari SMA di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan. Yang kerap mendukung adalah adik kandung Edi Hudioro yaitu drummer Uce Haryono selain peniup klarinet, Rezky Ratulangi Ichwan .

Selain Chaseiro yang sejatinya pada rekamannya lebih ke bentuk pop dengan sedikit aroma jazz, muncul pula musisi muda lain Fariz Rustam Munaf . Fariz merilis album yang lumayan tebal unsur jazz rocknya yaitu Sakura di tahun 1978. Fariz adalah wakil figur muda dari lingkungan SMA selain Uce dan Rezky di atas, yang tampil ke permukaan meramaikan pergerakan jazz Indonesia . Walau pada waktu itu, Fariz lebih dipandang sebagai musisi dan penyanyi pop. Fariz disusul kelak oleh Addie MS juga Raidy Noor.

Di akhir periode 70-an tersebut, juga kian banyak penyanyi-penyanyi yang aktif di lingkungan kafe, selain show-show kecil menyanyikan lagu-lagu bertema jazz, jazz-pop seperti Hemi Pesolima , Henry Manuputty , Utha Likumahuwa , Ria Likumahuwa , Ermy Kullit , Vonny Sumlang , Aska Daulika , Grace Simon , Noor Bersaudara hingga Vicky Vendi . Sebelumnya, sempat tampil nama-nama penyanyi seperti Shenny de Fretes , Aty Pramono dan Mona Sitompul .

Kelak pada periode berikutnya, di tahun 1980-an, nama-nama seperti Chandra Darusman, Chaseiro, Fariz RM hingga Jopie Item, Ireng Maulana, Utha Likumahuwa dan termasuk Elfa Secioria dan Indra Lesmana menjadi lebih besar dan menjadi motor utama penerus kehidupan jazz di tanah air.

Sumber : http://sigarlaki.wordpress.com/2008/01/28/melintasi-jazz-indonesia-periode-awal-hingga-1980an/